Dear BackPackers, Saya berencana untuk mendaki Mt. Lawu antara tanggal 28 April - 1 May. Apakah ada orang atau kelompok yang berangkat ke Mt.Lawu selama kurun waktu ini? Saya dari Jakarta dan tidak keberatan bergabung dengan kelompok mana pun dari jurusan manapun untuk mendaki GunungLawu. PM saya!)
darisini kembali kita menumpang mini bus, jurusan Salatiga - Magelang. dan informasikan kepada sopir mini bus agar berhenti di gerbang Pendakian Gunung Merbabu jalur Wekas. karena di jalan ini kita juga akan melewati gerbang jalur pendakian lain seperti Chuntel dan Tekelan. jangan salah turun yah, hehehehehe.
MOUNTAINLAWU BACKPACKER JAKARTA ===== Halo guys. π. Mau ikutan tamasya rimba bareng BPJ ke Gunung LAWU buat yang pertama kalianya? Yuk siapkan : * uang * Waktu * Cuti buat Yg kerja. Catat waktunya π
. Hari : jumat - minggu Tgl : 19 - 21 Agustus 2016. π MEPO. Kamis : 18 angustus 2016 jam. : 20:00 WIB
ObjekWisata di Sekitar Gunung Lawu. Tidak hanya untuk mendaki saja, Gunung Lawu juga punya banyak objek wisata yang indah yang ada di sekitarnya, antara lain: 1. Telaga Sarangan. Telaga Sarangan (@aluwiyya_ on Instagram) Letaknya ada di 1200 mdpl lereng Gunung Lawu bagian timur.
Pendakiangunung Lawu part 4 Backpacker Jakarta2-3 November 2019kisah unik sebelum pendakian,awal rencana memang pendakian ke gunung Lawu,akan tetapi beberap
Langkahpertama adalah menggunakan kereta Ekonomi jenis Gaya Baru Selatan atau Jayabaya menuju ke Stasiun Gubeng Surabaya Biaya nya sendiri berkisar Rp 200,000 - 250,000-,/Orang, perjalanan ditempuh kurang-lebih 11 - 13 jam hingga sampai di Surabaya. Stasiun Gubeng Surabaya menuju Stasiun Banyuwangi Baru
CeritaPendaki #9: Pengalaman Mistis di Gunung Lawu. Saya sudah mempersiapkan diri jika golkar ini seperti Gunung Bangka di pendakian sebelumnya. Saat perencanaan tidak kurang dari tujuh orang yang bersedia bergabung, sebagian besar memiliki pengalaman yang bagus saat ikut pramuka. Backpacker ke Semarang Hai travelers, kali ini saya
4 Cetho Lawu. Salah satu jalur pendakian yang baru dikenal di gunung Lawu adalah melalui jalur candi Cetho. Jalur itu sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun silam mungkin, karena ada peninggalan purbakala candi Cetho didekatnya. Jadi mungkin, jalur ini sudah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit telah berkuasa di nusantara.
Edelweisbunga abadi, bersemayam di puncak gunung dan kesukaan para dewa. Banyak yang mengidiomkan Edelweis adalah bunga yang tak lekang oleh waktu, abadi. Edelweis ungu yang selama ini menjadi ciri khas Gunung Lawu, karena selama ini pula hanya di sana aku dan sohibku bisa melihat langsung dan menjadi saksi akan keberadaan Edelweis U ngu.
Desember akhir tahun 2000 saya dan enam anggota kelas satu lainnya melakukan pendakian ke gunung tertinggi di Jawa Barat dan memilih jalur palutungan, karena dianggap lebih cocok untuk pendaki pemula. Saya berangkat pagi hari dari terminal cilembang tasikmalaya menumpang bus tujuan Cirebon dan berhenti di pertigaan cigugur kuningan.
rIQyqcX. Hits 77 admin Komunitas Backpacker Jakarta adalah sebuah komunitas Travelling yang didirikan pada 5 April 2013 dan berpusat di Jakarta dan sekitaranya Bogor, Tanggerang, Bekasi dan Depok. Instagram backpackerjakarta Tiktok backpackerjakarta Twitter official_bpj Facebook backpackerjakarta Group Wa 081237395539
ο»ΏOleh ArdiansyahPendakian gunung hari ini bisa dilakukan dengan cara bermalam atau sekali jalan. Mereka yang termasuk golongan terakhir memilih mengikuti kegiatan pendakian dalam waktu kurang dari sehari. Mereka biasanya berangkat dari titik awal menuju puncak gunung, kemudian kembali lagi turun tanpa seperti ini diistilahkan para pegiat alam bebas dengan tektok. Pendaki atau orang yang mendakinya disebut tektoker. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Ada banyak gunung di Indonesia bisa didaki dalam sehari. Ketinggiannya rata-rata di bawah meter di atas permukaan laut mdpl. Tektoker pemula bahkan mempunyai banyak pilihan gunung dengan ketinggian di bawah mdpl di Pulau Jawa, seperti Gunung Pancar 800 mdpl, Munara mdpl, Nglanggeran 700 mdpl, Andong mdpl, dan Kencana mdpl. "Besok nanjak kemana lagi, bang?" Begitulah pertanyaan sering dilontarkan padaku manakala baru saja menyelesaikan sebuah pendakian. Sejak 2016, aku bergabung dengan Backpacker Jakarta, sebuah komunitas tempat berkumpulnya orang-orang dengan kesamaan hobi bepergian atau jalan-jalan. Salah satu kegiatannya tentu saja mendaki 'backpacker' membuat orang-orang mengira perjalanan yang dilakukan komunitas ini berkaitan dengan tas ransel, tanpa banyak barang bawaan, dalam waktu relatif singkat, dan berbujet murah alias low budget. Kurang lebih memang demikian walau prinsip bujet murah di sini bukan berarti para backpacker beristirahat atau tidur di pinggir jalan, tidak pula berganti-ganti moda transportasi paling ekonomis. Bukan. Backpacker Jakarta bukan seperti itu sebab komunitas ini tetap mengutamakan keamanan dan Jakarta tidak melulu berkaitan dengan trip pendakian. Mereka juga mengadakan berbagai jenis wisata rekreasi lain, seperti wisata sejarah, laut, pantai, city tour, treking ke curug, atau sekadar kamping. Perjalanannya bisa menginap, bisa juga one day trip bergantung kondisi. Mereka mengadakan kegiatan tiap bulan, di dalam dan luar kota, di Jawa hingga luar Jawa, bahkan sesekali sampai luar sharecost dan open tripBackpacker Jakarta dibentuk 2013 oleh sekelompok anak muda yang berpikir lebih aman, murah, dan seru apabila bepergian secara berkelompok. Jangan tanya bagaimana seluruh dinamika dan drama keseruan yang tercipta selama perjalanan. Saat mendaki misalnya, fisik dan mental sesama teman makin dekat sejak awal pendakian hingga puncak bagi yang mampu. Anggaran transportasi menjadi lebih murah karena dilakukan patungan sharecost. Susah dan senang mereka tanggung penghubung atau contact person hanya bertanggung jawab terkait transportasi dan tiket wisata, tidak menanggung seluruh akomodiasi kepentingan personal peserta trip. Biaya kelompok yang akan dikeluarkan biasanya dihitung sejak awal dan dibagi habis ke seluruh peserta, mulai dari sewa kendaraan, tiket masuk kawasan, biaya parkir, biaya kebersihan hingga tip untuk penyedia jasa wisata. Urusan makan dan jajan, spot foto berbayar, dan lainnya ditunggung pendakian dan kamping yang memerlukan perlengkapan khusus, seperti tenda, alat masak, dan logistik pendakian biasanya diatasi dengan berbagi tugas dalam kelompok. Kerja sama dan gotong royong terlihat sejak awal. Inilah yang membuatku tertarik menyalurkan hobi traveling bersama komunitas ini. Sahabatku bertambah dari berbagai latar Jakarta juga mengenal sistem open trip yang menyediakan keperluan peserta, mulai dari akomodasi transportasi hingga konsumsi. Biayanya tentu saja lebih mahal. Ada juga semi open trip yang membolehkan peserta membawa perlengkapan dan peralatan yang hendak dibawa. Istilahnya peserta cuma 'nebeng' transportasi dan rumah singgah. Panitia tidak menanggung perlengkapan dan logistik konsumsi untuk mereka yang menghendaki sistem biaya pendakianAku beberapa kali mencoba pendakian open trip dari beberapa komunitas dan penyedia layanan trip. Contohnya saat aku melakukan pendakian ke Gunung Cikuray, Merbabu, Gede, Kerinci, serta Lawu. Ternyata, tidak banyak hal berbeda dari semua penyedia layanan pendakian bersama semacam adalah kita dapat mengenal banyak orang baru dengan karakter dan latar belakang berbeda. Perbedaannya tentu saja dari sisi biaya yang 2021, aku memutuskan solo trip ke Gunung Ungaran di Kabupaten Semarang. Aku naik bus Trans Jakarta ke Pasar Rebo, kemudian mencari bus ekonomi tujuan Salatiga dengan tiket Rp 160 ribu. Aku sampai di pertigaan Terminal Bawen jam enam pagi, kemudian naik angkutan umum dengan ongkos lima ribu rupiah sampai Pasar terbit di puncak Gunung SlametSetelah sarapan di sana, aku menggunakan ojek menuju Basecamp Bandungan dengan biaya Rp 25 ribu. Tiket masuk pendakian Gunung Ungaran yang kubayarkan adalah Rp 15 demikian, total biaya yang kukeluarkan untuk pulang pergi untuk transportasi adalah Rp 380 ribu, ditambah tiket menjadi Rp 395 ribu. Jumlah ini cukup besar dibanding sistem 2018, aku bersama 28 peserta Backpacker Jakarta mendaki Gunung Artapela di Bandung Selatan dengan sistem patungan. Biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 6,5 juta untuk semua pos anggaran, mulai dari sewa bus, tol, tiket masuk, tip, parkir sampai logistik pendakian. Masing-masing anggota hanya mengeluarkan biaya Rp 225 ribu per orang. Tenda dan perlengkapan kelompok dikumpulkan beramai-ramai sesama anggota trip. Efisiensinya terlihat di open trip cenderung lebih mahal dari patungan atau sharecost. Januari 2022, aku menghabiskan Rp 600 ribu untuk pendakian open trip ke Gunung Merbabu. Biaya ini secara keseluruhan mencakup semua kebutuhan peserta, mulai dari transportasi, penggunaan tenda dan alat masak, logistik, dan makanan siap santap. Aku waktu itu hanya mengandalkan tas carrier berukuran kecil dan peralatan pribadi tanpa pusing memikirkan makanan, tenda, dan alat Gunung Prau bersama keluargaKonsumen penting memilih penyedia jasa yang cocok. Urusan kenyamanan berbanding besaran biaya tentu saja ada variasinya. Kepuasan konsumen antarpenyedia jasa yang membedakan satu dan lainnya. Ada harga, tentu ada kualitas. Namun, ini tidak semua bisa dipukul rata karena ada juga penyedia jasa pendakian berbiaya murah dengan servis memuaskan. Sebaliknya, ada penyedia jasa pendakian berbiaya cukup mahal dengan servis kurang. Aku biasanya meminta rekomendasi pada teman yang pernah menggunakan jasa penyedia menjadi cuanJika kita berinteraksi di media sosial, terutama Facebook dan Instagram, kita melihat beberapa iklan jasa wisata atau open trip dalam kegiatan pendakian. Pemuda kreatif generasi sekarang memanfaatkan tren dan animo masyarakat dalam kegiatan pendakian sebagai jalan mereka mendapatkan berinisiatif menjadi penyedia atau contact person perjalanan, khususnya pendakian. Apabila di antara mereka ada yang pernah ke lokasi tertentu, punya jaringan atau rekomendasi transportasi serta akomodasi, mereka akan membuat open bisa mendapat penghasilan atas biaya jasa yang dilakukan. Jika satu orang peserta saja bisa menghasilkan margin Rp 50 ribu maka kalikan saja dengan jumlah peserta trip. Mereka bisa menghasilkan uang seraya melakukan hobi atau passionnya, yaitu otomatis menuntut kita menyusun rencana, menetapkan tujuan, mengelola ego, bangkit atas dukungan, dan semangat bertahan dari anggapan minus orang. Pendakian juga mengajarkan kita memanajemen waktu, menjalani proses lewat langkah demi langkah, juga antisipasi menghadapi berbagai kemungkinan. pendakian backpackerjakarta biayapendakian tektok pendakiansolo pendakianberkelompok
Pendakian terakhir 7 gunung tertinggi di pulau JawaHalo, Assalamualaikum! Rasanya, baru lagi nih ngetak-ngetik setelah beberapa bulan dikekang sama penyakit mager level akut wkwk. Jangankan untuk nulis, buka laptop pun aja mager banget rasanya hahaha. Padahal, sebenarnya pengen banget sharing perjalanan terakhir gue tentang Solo Trip Pendakian ke Gunung Raung di bulan Desember 2020 kemarin. Baiklah, gue coba ceritakan kembali mumpung belum lupa, semoga belum basi yak, bulan Desember 2020 kemarin, Alhamdulillah, gue dapat berkesempatan mendaki gunung Raung dan sekaligus juga menuntaskan pendakian tujuh gunung tertinggi di pulau Jawa Seven Summits of Java versi pendaki. Di samping itu, pendakian gunung Raung juga merupakan wish list terakhir gue di tahun 2020 setelah gunung Dempo. Dan, Alhamdulillah gue bisa menyambanginya setelah sebelumnya mengalami beberapa perencanaan yang tertunda terus, hehehe. Rejeki ga kemana!Pada pendakian gunung Raung ini, masih bertemakan solo hiking! "Kok, kayanya hobby banget solo hiking terus?", tanya salah seorang dari kawan gue. Beberapa alasan mendasar yang menjadi alasan gue untuk melakukan solo hiking bukan lain dan bukan tidak karena sulitnya mencari teman barengan. Ketidakcocokan jadwal dari masing-masing kami menjadi salah satu penyebabnya. Maklum, rata-rata punya kesibukan dan urusannya masing-masing. Walaupun pendakian ini bertemakan solo hiking, namun gue tetap menggunakan jasa open trip. Kenapa begitu? yap, karena salah satu persyaratan untuk melakukan pendakian gunung Raung yaitu harus didampingi dan menggunakan jasa pemandu guide setempat yang sudah berpengalaman, mengingat sulitnya medan pendakian sehingga memerlukan alat-alat climbing yang proper. Menurut gue, itu hal yang bagus. Jadi, tidak sembarang orang dapat melakukan pendakian, sekaligus juga sebagai bentuk pencegahan terjadinya kecelakaan dalam 1Dengan menyandang status yang sudah tidak bujang lagi, dalam hal perizinan mendaki lumayan mengalami sedikit hambatan. Sekarang, restu istri pun menjadi sebuah prioritas, hahaha. Maklum, namanya juga pergi naik gunung, pergi dari rumah berhari-hari dan tanpa kabar. Siapa yang ga resah, kan? hehe. Setelah restu didapat, siang itu tanggal 24 Desember 2020 gue bertolak menuju bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan bus DAMRI dari Depok. Kok, bandara? Yap, pada perjalanan kali ini gue tidak menggunakan jalur darat lagi seperti yang gue lakukan pada pendakian gunung Dempo sebelumnya, haha. Walaupun sebenarnya bisa, namun gue memilih menggunakan pesawat, guna mempersingkat waktu perjalanan. Sebab, akan membuang banyak waktu apabila menggunakan jalur darat, mengingat titik basecamp gunung Raung berada di Kalibaru, Banyuwangi. Sekitar 90 menit sebelum waktu lepas landas, gue sudah tiba di bandara Soekarno-Hatta. Penerbangan gue kali ini menuju Surabaya dengan jadwal take-off pukul 1800 WIB. Hal ini sama juga seperti pada pendakian gunung Arjuno-Welirang di tahun 2019 lalu, yaitu dengan menggunakan pesawat menuju Surabaya. "Kenapa memilih Surabaya?", "Kenapa ga langsung ke Banyuwangi aja?". Ada beberapa alasan dan pertimbangan kenapa gue memilih ke Surabaya, diantaranya adalah;Harga tiket pesawat Jakarta ke Surabaya lebih murah ketimbang ke penerbangan Jakarta ke Surabaya lebih fleksibel ketimbang ke Banyuwangi terletak lumayan jauh dari lokasi basecamp, sehingga perlu menggunakan transportasi lagi untuk hendak melakukan check-in, kemudian petugas maskapai menginfokan bahwa penerbangan mengalami delay, yang seharusnya pesawat berangkat pukul 1800 WIB bergeser menjadi pukul 1915 WIB. Panik, dong? Jelas, gue panik banget, karena gue sudah merencanakan untuk melanjutkan ke Kalibaru Banyuwangi dengan menggunakan jasa angkutan travel pada pukul 2030 WIB, dan gue pun sudah membuat janji dengan driver tersebut untuk dijemput di bandara Juanda Surabaya pada jam yang sudah dijadwalkan. Semoga aja masih keburu. Jadi, buat kalian yang ga mau ribet untuk menuju Banyuwangi dari Surabaya, sebaiknya gunakanlah jasa angkutan travel seperti ini. Kalian tinggal duduk aja dan ga perlu repot gonta-ganti transportasi lagi. Sudah banyak juga beberapa titik penjemputannya, salah satunya dari Bandara Juanda yang ga gue inginkan akhirnya terjadi, pesawat baru landing di bandara Juanda Surabaya pada pukul 2030 WIB, jam yang seharusnya travel tersebut sudah berangkat! Dengan rasa tergesa-gesa, gue langsung bergegas menuju tempat pengambilan bagasi sambil menghubungi si driver tersebut untuk minta agar gue ditungguin, hahaha. Dengan raut muka yang kesal dan bete pada saat itu, Alhamdulillah si driver masih setia nungguin gue di halaman parkir bandara, wkwkwk. Ga lupa juga gue bilang maaf dan terima kasih sudah mau nungguin, hehe. Tidak lama dari itu, mobil travel mulai bertolak dari bandara Juanda Surabaya menuju Kalibaru Banyuwangi. Jika dilihat dari schedule tersebut, travel akan tiba di Kalibaru Banyuwangi sekitar pukul 0400 WIB pagi. Mari kita nikmati 2Surabaya - Kalibaru - BasecampKetika memasuki daerah sekitar Lumajang, mobil yang gue tumpangi mampir ke salah satu rumah makan. Pada saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 0213 WIB. Rupanya, travel ini sudah include dapat makan juga, mantap! Hahaha. Alhamdulillah, bisa isi perut dulu, hehe. Selepas isi perut, perjalanan dilanjutkan kembali. Jam demi jam berlalu, dan rasa cemas pun tiba-tiba terbesit dalam pikiran, "kira-kira bakal keburu ga ya tiba di Kalibaru sebelum pukul 0600 WIB pagi?", mengingat kondisi lalu lintas pada saat itu terbilang sangat padat. Jadi, jika mengacu dari jadwal/rundown trip pendakian, kami para pendaki diwajibkan sudah tiba di basecamp maksimal pukul 0600 WIB pagi, karena pendakian akan dimulai pada pukul 0700 WIB. Semoga aja keburu. Aamiin. Alhamdulillah, sekitar pukul 0450 WIB gue sudah tiba di Kalibaru, lokasi persisnya itu di dekat sebuah pasar, biasanya warga lokal menyebutnya Pasar Kalibaru. Di lokasi inilah sebagai tempat bertemunya gue dengan salah seorang pemandu trip. Oh, iya, salah satu pemandu yang menjadi PIC untuk trip Raung kali ini bernama Mas Nuggi. Selang 5 menit menunggu, kemudian gue langsung dijemput oleh Mas Nuggi untuk langsung menuju ke salah satu klinik yang berada di daerah sana sebelum menuju basecamp. Jika ditanya, "mau ngapain ke klinik?". Jadi, kami para pendaki masih diwajibkan untuk cek kesehatan fisik sebagai syarat untuk melakukan pendakian, dan diwajibkan dilakukan pemeriksaan di puskesmas/klinik yang berada di daerah Kalibaru saja. Di luar dari daerah tersebut tidak berlaku. Hmmm, repot juga ya? Maklum, inilah risiko mendaki di kala dilakukan pemeriksaan kesehatan, kemudian gue dan pendaki yang lainnya langsung menuju basecamp dengan menggunakan sepeda motor. Seperti yang diketahui, terdapat beberapa basecamp pendakian di gunung Raung. Biasanya para pendaki menyebutnya dengan nama basecamp A, basecamp B, atau basecamp C. Basecamp untuk trip pendakian ini bernama "Basecamp Pak Aldi". Menurut Mas Nuggi, jarak dari klinik ke basecamp tidak terlalu jauh, hanya saja jalur yang dilalui memang kurang bagus. Sekitar 15 menitan perjalanan, pada pukul 0620 WIB gue sudah tiba di basecamp dan pada saat itu juga sudah ada beberapa pendaki yang tengah rapih-rapih packing dan sarapan. Oke, mari kita packing juga! Day 2Basecamp - Camp 1Setelah beres sarapan dan repacking alat-alat pendakian, kemudian gue dan 13 pendaki lainnya diberikan briefing singkat oleh Mas Nuggi. Pada briefing tersebut, hanya membahas mengenai detail fasilitas trip pendakian yang didapat, protokol kesehatan selama pendakian, dan pembagian alat-alat climbing pendakian. Untuk fasilitas trip pendakian, mengikuti kategori paket mana yang dipilih. Adapun beberapa fasilitas yang gue dapat pada salah satu paket trip pendakian yang disediakan, di antaranya adalahGuide RaungSimaksi pendakian - alat panjat safetyOjek Kalibaru - Basecamp PPOjek Basecamp - Pos 1 PPRumah singgah Basecamp Pak AldiPorter air tim 15/30Makan 2x berangkat dan pulang di basecampMug gunung RaungDokumentasi timDari beberapa fasilitas yang disediakan, menurut gue ini sudah lumayan murah ketimbang yang ditawarkan oleh pihak penyelenggara trip lain. Oke, lanjut ke cerita. Selesai briefing, kemudian kami langsung diantar menuju Camp 1 dengan menggunakan ojek motor. Sebelum dilanjutkan ke Camp 1, kami terlebih dahulu diwajibkan berkumpul di kantor sekretariat gunung Raung untuk melakukan registrasi ulang sekaligus juga mengikuti pengarahan dari petugas setempat. Pengarahan di sini lebih ditekankan pada aturan dan tata tertib selama pendakian. Setelah dari itu, langsung dilanjutkan menuju Camp 1. Lama perjalanan dari lokasi kantor sekretariat ke Camp 1 tidak begitu jauh, kurang lebih sekitar 25-30 menit dengan menggunakan ojek motor. Sekitar pukul 0821 WIB pagi, gue sudah tiba di Camp 1. Saat tiba di Camp 1, rupanya sudah banyak rombongan pendaki yang berasal dari trip lain. Camp 1 di sini kalo gue bisa bilang, mirip seperti pangkalan ojek motor, wkwk. Seru juga, sih. 2Camp 1 - Camp 2Dari Camp 1, pergerakan berikutnya yaitu dengan berjalan kaki. Jika dilihat dari rundown, lama perjalanan Camp 1 menuju Camp 2 itu kurang lebih 3 jam! Jauh banget, dong? hahaha. Trek awal masih berupa pekarangan kebun kopi, jalur berlika-liku, dan hanya sedikit menanjak. Makin terus bergerak, lama kelamaan napas mulai kembang kempis juga, wkwkwk. Padahal, jalurnya belum begitu ekstrim, tapi fisik sudah terasa capek, sepertinya ini karena isi keril yang berat, haha. Setelah 45 menit berjalan, kami tiba pada sebuah pondokan, yang biasanya para pendaki menyebutnya dengan Camp 2 Bayangan. Oke, langsung turunkan keril dari pundak dan istirahatin kaki sebentar. Sinar matahari pada saat itu sangat terik di kulit, dan keril pun diberatkan oleh logistik beserta alat climbing, hal itulah yang membuat fisik terkuras habis. Tidak mau berlama-lama beristirahat, perjalanan dilanjutkan kembali. Selepas Camp 2 Bayangan, trek mulai memasuki hutan, walaupun ga begitu tertutup rapat. Sejauh ini, belum ditemukan medan yang terbilang curam atau terjal, masih trek landai dan sedikit menanjak saja tapi sangat panjang, haha. Sesekali juga kami break singkat di tengah-tengah perjalanan cuma untuk mengumpulkan napas yang semakin ga stabil, wkwk. Pergerakan terus dilakukan hingga akhirnya kami tiba di Camp 2 sekitar pukul 1100 WIB. Saat kami baru tiba di Camp 2, belum banyak pendaki yang ada di sana, baru beberapa saja. Dan selang beberapa menit kemudian disusul oleh pendaki yang lainnya. Camp 2 memiliki area yang cukup luas, di mana terdapat sebuah pondokan yang bisa digunakan oleh para pendaki untuk berteduh apabila turun 2Camp 2 - Camp 3Saking asiknya kelamaan beristirahat, sampai lupa kalau perjalanan harus dilanjutkan kembali, hahaha. Seluruh anggota tubuh pun terbawa suasana mager. Beginilah kalau kelamaan istirahat. Oke, perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Camp 3. Trek menuju Camp 3, menurut gue, tidak jauh berbeda dengan trek-trek sebelumnya. Mungkin karena semakin menipisnya tenaga, trek-pun terasa makin berat, hmmm. Ga kerasa juga persediaan air minum semakin berkurang seiring tegukan demi tadinya rombongan kami berjalan beriringan, lama kelamaan semakin berjarak dan terbagi, hahaha. Rombongan yang depan untuk kaum-kaum yang bernapas kuda, sedangkan rombongan yang belakang untuk pasukan-pasukan usia lanjut, wkwk. Gue akuin, fisik gue pun hancur-hancuran juga. Ga tau, kenapa bisa capek banget! Hahaha. Saat memasuki pukul 1225 WIB, kami akhirnya tiba di Camp 3. Alhamdulillah, bisa selonjoran dulu, hehehe. Tidak seperti Camp 2, area Camp 3 tidak begitu luas. Jika dikira-kira, hanya cukup diisi untuk 2-3 tenda yang berkapasitas 4 saja. Saat sedang nyaman beristirahat, tiba-tiba turun gerimis. Pergerakan pun kami lanjutkan kembali dengan harapan bisa tiba di Camp 4 sebelum hujan deras turun. Day 2Camp 3 - Camp 4Selepas Camp 3, trek pendakian berubah jadi menurun. Tentu ada rasa senang, karena pergerakan menjadi lebih cepat dari sebelumnya, hahaha. Saat di tengah perjalanan menuju Camp 4, cuaca semakin kurang bersahabat. Yang tadinya hanya sekadar rintik-tintik ringan, tiba-tiba beralih menjadi tumpahan hujan yang sangat deras. Sepatu dan beberapa pakaian lainnya sudah tidak terbendung lagi oleh air hujan yang sudah membasahi kemana-mana. Air hujan dan keringat seakan sudah menyatu di kami akan makan siang di Camp 4. Namun, sepertinya akan sangat merepotkan sekali apabila hujan tak kunjung reda juga. Karena kondisi hujan pada saat itu, membuat rombongan kami semakin terbagi lagi. Sebab, ada yang memutuskan berhenti untuk berteduh, ada juga yang tetap lanjut bergerak. Gue salah satu yang tetap lanjut bergerak. Alhamdulillah, kondisi hujan mulai mereda seiring pergerakan naik menuju Camp 4. Dan sekitar pukul 1330 WIB, kami tiba di Camp 4. Tidak lama-lama, segera mengisi perut dengan bekal nasi bungkus yang sudah kami bawa dari basecamp. Ketika sedang asik-asiknya menyantap makanan, tiba-tiba hujan turun lagi. Terpaksa harus melanjutkan makan di bawah flysheet salah satu pendaki yang sedang berteduh juga. Hmmm. Foto diambil saat perjalanan turun ke Camp 1Day 2Camp 4 - Camp 5 - Camp 6 - Camp 7Seberes makan, perjalanan dilanjutkan kembali. Waktu pada saat itu sudah menunjukkan pukul 1415 WIB. Walaupun perut sudah diisi, ternyata tidak memberikan dampak yang signifikan juga untuk gue. Fisik masih saja loyo seperti yang sebelum-sebelumnya. Atau, ini sebenarnya disebabkan karena kondisi hujan? Bisa jadi berpengaruh. Beban keril juga terasa semakin berat karena sebagian kondisinya sudah basah. Jika dilihat dari rundown pendakian, jarak dari Camp 4 menuju Camp 7 memakan waktu sekitar 3 jam. Kondisi hujan yang tak kunjung reda disertai medan pendakian yang berubah menjadi tidak karuan, menyebabkan gue tidak bisa mendokumentasikan pendakian. Jangankan untuk mengambil gambar, untuk menaikkan keril yang merosot dari pundak aja rasanya udah minta ampun, wkwk. Bergerak dan istirahat, cuma itu yang bisa gue terapkan untuk dapat segera tiba di Camp 7. Di kepala hanya terbesit motivasi, "Camp 7, Camp 7, Camp 7". pendakian sudah mulai terbuka dan melipir ke arah kiri, ini menandakan bahwa Camp 7 sudah semakin dekat. Karena hari sudah memasuki waktu petang, jarak pandang menjadi sangat terbatas. Ga ada lagi yang gue inginkan pada saat itu, kecuali dapat segera tiba di Camp 7. Udah capek, coy! Hahaha. Alhamdulillah, sekitar pukul 1740 WIB, akhirnya tiba juga di Camp 7. Gue cukup kesulitan mencari lapak untuk membuka tarp tent, karena hampir semua sudut di area ini sudah dipadati oleh tenda para pendaki. Oh, iya, di pendakian gunung Raung kali ini gue menggunakan tarp tent. Sama seperti pada saat pendakian di gunung Dempo waktu lalu. Seberes mendirikan tarp tent dan makan malam, mata secara otomatis terpejam kantuk. Tidur pulas pun tidak terelakan lagi. Mari kita simpan tenaga untuk summit jam 2 dini hari 3Camp 7 - Camp 8Sekitar pukul 0120 dini hari, suara bising dan lalu-lalang langkah kaki mulai terdengar dari luar tenda. Ternyata sudah ada beberapa rombongan pendaki lain yang berangkat summit lebih awal. Sambil mengusap mata yang masih kantuk-kantuknya, sarapan instan pun dibuat sebagai asupan tenaga sebelum melakukan summit. Diselingi juga menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa untuk summit. Air mineral 1,5 liter, alat-alat climbing, P3K, dan beberapa camilan, semuanya sudah ter-packing rapi dalam backpack yang akan gue bawa. Kami mengawali summit sekitar pukul 0230 WIB. Check point berikutnya adalah Camp 8. Oke, Bismillah, semoga lancar, info dari salah seorang guide rombongan kami, Pak Aldi, jarak Camp 8 sampai dengan Camp 9 masing-masing memakan waktu kurang lebih hanya satu jam. Ya, lumayan, tidak sampai berjam-jam, wkwk. Dinginnya udara mulai menggerogoti hampir ke seluruh bagian tubuh, tak terkecuali satupun. Apalagi ketika tubuh berdiam sejenak saat break di tengah jalur pendakian. Kondisi sepatu yang masih basah bekas kehujanan kemarin, menjadi penyumbang dingin paling banyak. Kedua sarung tangan yang dikenakan juga tidak memberikan dampak apa-apa. Tangan masih saja terasa kebas. Dengan napas yang terpengap-pengap, sekitar pukul 0330 WIB, akhirnya kami tiba di Camp 8. Pada saat itu, belum ada sinar matahari yang mengintip ke permukaan, hanya pekatnya gelap yang masih terbungkus rapat. Tidak banyak yang bisa diamati jelas pada sekitar. Singkat istirahat, pergerakan dilanjutkan kembali menuju Camp 3Camp 8 - Camp 9 - Puncak BenderaSemakin bergerak ke atas, pantulan sinar matahari perlahan mulai merambat naik dikit demi sedikit. Cahaya berwarna emas kemerah-merahan matang nampak begitu indah untuk dipandang. Kedua lensa bola mata sangat begitu antusias merekamnya. Tidak ada sedikitpun pandangan yang dipalingkan. Kira-kira, seperti itulah sambutan yang diberikan oleh alam semesta untuk seluruh makhluk yang ada di Bumi. Indah dan penuh hangat. Masya Allah. Sekitar pukul 0500 WIB, kami sudah tiba di Camp 9. Di Camp 9, kami hanya sekadar beristirahat sambil ngobrol-ngobrol aja, karena rencananya, kami akan memasang peralatan climbing di Puncak Bendera. Selepas beberapa menit, pergerakan kami lanjutkan kembali. Sama seperti gunung-gunung lain ketika ingin menuju puncak, jalur pendakian sudah tidak lagi berupa hutan yang tertutup. Jalur sudah mulai didominasi oleh bebeatuan kecil dan sedang. Biasanya kita menyebutnya dengan "batas vegetasi". Dari kejauhan, Puncak Bendera sudah dapat dilihat. Alhamdulillah, satu per satu dari kami tiba di Puncak Bendera sekitar pukul 0530 WIB. Di sini, sudah tidak ada lagi pohon tinggi yang dapat melindungi kami dari terpaan angin, udara dingin pun tidak terelakan lagi untuk tubuh. Tidak lama setelah kami tiba di puncak, Pak Aldi mulai memasangkan alat climbing ke kami secara bergantian. Seberes alat climbing sudah terpasang seluruhnya, selanjutnya beliau memberikan briefing singkat mengenai beberapa panduan, tips, dan himbauan terkait trek yang akan kami lalui berikutnya, hingga akhirnya tiba di titik terakhir, yakni Puncak Sejati. Day 3Puncak Bendera - Puncak SejatiSekitar pukul 0600 WIB, kami mulai mengawali langkah menuju Puncak Sejati. Selepas Puncak Bendera, jalur pendakian sudah full 100% bebatuan dan berpasir. Langkah yang hati-hati sangat diperlukan dalam mengarungi trek demi trek-nya. Pandangan pun harus terus terfokus pada tiap pijakan yang kita pilih. Dengan formasi yang membentuk satu barisan memanjang, menjadikan standar safety yang wajib diterapkan oleh kami. Ketika hendak bergerak maju, memanjat atau turun, harus dipastikan carabiner sudah terkait dengan benar ke webbing dan kernmantle. Sebenarnya, tidak begitu sulit saat menggunakan alat-alat tersebut selama digunakan dengan baik dan benar sesuai yang diinstruksikan. Namun tetap perlu berhati-hati dan mawas menuju Puncak Sejati, tidak seluruhnya diperlukan alat climbing, karena selepas melewati jalur siratal mustaqim, jalur sudah mulai kondusif dan bisa dilalui tanpa alat climbing lagi. Dari sini, Puncak Sejati sudah mulai terlihat dari bawah, tinggal melewati satu tanjakan terakhir lagi. Jalur sudah berubah menjadi yang menanjak terjal. Medan pendakian sudah didominasi oleh bebatuan kecil, sedang, hingga besar. Perlu kehati-hatian ketika berada di sana, karena sering kali batu berjatuhan dari arah atas. Saking vertikalnya tanjakan tersebut, gue cuma bisa melangkahkan kaki selangkah dua langkah aja, kemudian berhenti untuk menghela napas. Engap, coy! Hahaha. Hal itu konstan gue lakukan, hingga akhirnya dapat membawa gue tiba di Puncak Sejati tepat pada pukul 0820 WIB. Perjuangan yang harus dibayar kontan, Alhamdulillah. Mari abadikan moment yang indah 3Puncak Sejati - Camp 7 - BasecampGa kerasa sudah 30 menit berlalu saat di Puncak Sejati. Selanjutnya, kami mulai meninggalkan puncak dan kembali turun ke Camp 7. Tidak lupa juga kami mampir ke Puncak Tusuk Gigi untuk sekadar mengambil gambar. Puncak Tusuk Gigi sendiri merupakan sebuah area yang diisi oleh tumpukan batu-batu besar yang menjulang tinggi memanjang. Karena hal itulah disebut dengan "Puncak Tusuk Gigi". Selepas itu, kami lanjutkan perjalanan turun ke Camp 7. Waktu sudah siang dan matahari semakin terik. Sekitar jam 1200 WIB, kami sudah tiba di Camp 7, Alhamdulillah. Mari luruskan kaki sambil masak untuk makan siang, hehehe. Rencananya, gue masih menghabiskan satu malam lagi Di Camp 7, dan akan melanjutkan perjalanan turun ke Camp 1 di keesokan harinya. Karena, idealnya memang seperti itu. Setelah melakukan summit yang berat, sebaiknya tubuh diberi waktu istriahat yang lebih. Pagi itu, pagi di hari ke-4, gue dan beberapa pendaki yang lainnya sudah mulai sibuk merapikan dan packing perlengkapan. Bahkan, ada juga yang sudah pergi turun ke Camp 1 duluan. Buru-buru mungkin, hahaha. Sekitar jam 0700 WIB, gue sudah mulai bergerak meninggalkan Camp 7. Bismillah, seharusnya perjalanan turun akan lebih mudah dibanding perjalanan naik kemarin, apalagi ditambah dengan kondisi fisik yang sudah di-recovery, hehe. Benar aja, tidak membutuhkan waktu lama, gue sudah tiba di Camp 1, hahaha. Kemudian dilanjutkan menuju basecamp dengan menggunakan ojek motor yang kebetulan mereka sudah standby sedari tadi. Alhamdulillah, sekitar pukul 1200 WIB, gue sudah tiba di basecamp dan akhirnya bisa mengakhiri pendakian 3 hari 2 malam ini, Summits Pulau Jawa SelesaiAlhamdulillah, pendakian kali ini dapat berjalan lancar, aman, sehat, dan tepat waktu. Mengingat besok pagi adalah jadwal flight kepulangan gue, jadi, pukul 2100 WIB malam nanti, gue akan bertolak dari Kalibaru menuju Surabaya dengan menggunakan travel yang sama seperti saat keberangkatan kemarin. Jadwal dan estimasi waktu tersebut sudah gue atur pada rundown yang gue buat. Semoga saja berjalan lancar dan tidak ada hambatan, Aamiin. Singkat cerita, pagi itu gue sudah berada di Bandara Juanda Surabaya setelah sebelumnya melakukan perjalanan malam yang panjang dari Banyuwangi. Beberapa menit lagi, akan memasuki waktu boarding. Selama menunggu di ruang gate, banyak berseliweran lamunan-lamunan di dalam kepala. Berucap syukur adalah aktivitas yang paling sering gue lakukan pada saat itu. Dengan berakhirnya pendakian gunung Raung ini, Alhamdulillah, berarti gue sudah melengkapi pendakian di tujuh gunung tertinggi di pulau Jawa. Kalau dibilang beruntung, belum tentu. Kalau dibilang rejeki, sudah pasti. Karena, tidak ada hasil yang tanpa pemberian-Nya. Semoga semuanya akan membawa dan memberikan manfaat yang baik untuk di kehidupan sehari-hari. Semoga menular juga untuk puncak-puncak di pulau yang lainnya. Aamiin. Terima kasih.